- Sejarah Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Utara dibentuk tanggal 13 April 1964. Sebelumnya Sulawesi Utara tergabung dengan Sulawesi Tengah tergabung dalam satu provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Utara-Tengah yang terbentuk tahun 1960. sejak awal kemerdekaan sampai tahun 1960, Pulau Sulawesi merupakan satu provinsi, yaitu provinsi Sulawesi. Ketika itu, Sulawesi Utara merupakan daerah keresidenan dalam provinsi Sulawesi terebut.
Sulawesi Utara diprediksi telah memiliki penghuni sejak zaman prasejarah. Ciri-ciri penduduk asli Sulawesi Utara berasal dari percampuran antara bangsa Wedoid dan Negroid. Pada tahun 3000 SM, datang dan menetap banga Proto-Melayu. Tahun 300 SM, datang pula bangsa Deutro-Melayu.
Sebelum bangsa Eropa datang dan menjajah wilayah Sulawesi Utara, di wilayah ini terdapat beberapa kerajaan, yaitu, Manado, Tabukan, Siau, Kolongan, Tahuna, Kendahe, dan Manganitu. Persentuhan denga bangsa Eropa terjadi tahun 1523. Ketika itu, para pelaut Portugis yang dipimpin Simao d’Abreu singgah di Pelabuhan Manado dalam perjalanan dari Ternate ke Malaka. Sejak saat itu Portugis mulai menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara, bahkan mereka mulai menyebarkan agama Kristen.
Pada akhir abad ke 16, Portugis harus meninggalkan Sulawesi Utara karena pergolakan yang ketika itu terjadi di Ternate berimbas ke wilayah ini. Waktu itu, Sulawesi Utara berada di bawah pengaruh Ternate, jadi ketika ada pergolakan di Ternate tentu saja berimbas pada Sulawesi Utara. Pada bulan Agustus 1606, Spanyol mulai mengadakan hubungan dagang dengan Manado. Selain mengadakan hubungan dagang, Spanyol menyebarkan agama Katolik.
Pada tahun 1654, beberapa Kepala Suku Minahasa mengirim utusan kepada VOC di Ternate untuk menjalin persahabatan. Tawaran tersebut direspons Belanda dengan membangun benteng VOC di Manado tahun 1657. Momen itu merupakan titik awal menuju periode kolonialisme Belanda di Sulawesi Utara. sejak saat itu Belanda terus berupaya memperbesar kekuasaannya. Mereka mengikat kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara seperti Sangir Talaud, Bolaang Mongondow, dan Gorontalo dengan perjanjian-perjanjian. Keadaan ini berlangsung hingga akhir abad ke 18.
Pada tahun 1859, pemerintah Hindia Belanda membentuk Keresidenan Manado. Tahun 1885, Pemerintah Belanda mulai menghapus kekuasaan raja-raja. Upaya penghapuan kekuasaan raja-raja ini selesai tanggal 17 April 1889, yakni dengan diterbitkannya besluit Gubernur Jenderal Belanda.
Awal abad ke 20 merupakan awal dari perjuangan kebangsaan, menentang kolonialisme. Berbagai organisasi politik yang lahir di Jawa, membuka cabang di Sulawesi Utara. Organisasi yang pertama kali membuka cabangnya di wilayah ini adalah Syarikat Islam (SI). Kemudian disusul oleh Partai Nasionali Indonesia (PNI), Muhammadiyah, dan PSII. Organisasi-organisasi tersebut menjadikan rakyat Sulawei Utara terbuka pada ide-ide memperjuangkan kemerdekaan. Keterbukaan ini membuat iklim yang baik bagi lahirnya organisasi-organisasi perjuangan lain. Gerakan Merah Putih, misalnya, yang dipimpin oleh Nani Wartabone mendapat dukungan luas di masyarakat.
Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendarat dan menguasai Manado. Kedatangan Jepang mulanya disambut baik oleh rakyat, karena Jepang mengumbar janji-janji manis. Jepang mengku sebagai “Saudara Tua” yang akan memberikan harapan baru bagi rakyat. Namun janji manis tersebut tidak menjadi kenyataan. Pada saat Jepang sudah memerintah, mereka memberlakukan pemerintahan yang kejam, kehidupan sehari-hari rakyat di awasi dan dikekang. Segala kegiatan rakyat hanya dipusatkan untuk mendukung peperangan yang ketika itu sedang dilancarkan Jepang melawan tentara Sekutu.
Akhirnya Jepang menyerah terhadap Sekutu. Untuk wilayah Sulawesi Utara, Jepang secara resmi menyerah tanggal 8 Oktober 1945, di Kota Tondano. Belanda yang membonceng tentara sekutu berusaha untuk kembali menguasai Sulawesi Utara. Tentu saja tindakan Belanda ini menimbulkan perlawanan rakyat yang tidak ingin kemerdekaan yang baru saja diraih hilang kembali. Perlawanan rakyat terhadap Belanda mencapai puncaknya tanggal 11 Maret 1946. Ketika itu terjadi perlawanan rakyat yang dikenal dengan peristiwa aksi Kapten J. Kaseger.
Dalam rangka memcah belah kekuatan Bangsa Indoneia, Belanda mendirikan berbagai negara boneka yang pada akhirnya menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat. Ketika itu, Sulawesi Utara dimasukkan ke dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT). Karena tidak sesuai dengan kehendak rakyat, NIT akhirnya dibubarkan dan kemudian melebur ke dalam Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS resmi bubar dan kemudian dibentuk kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejak saat itu, Provinsi Sulawesi kembali terbentuk, dan Sulawesi Utara menjadi salah satu bagian dari provisi tersebut. Seperti uraian di atas, provinsi ini berakhir tahun 1960 ketika dilakukan pemekaran wilayah menjadi dua provinsi, yaitu, Provisi Sulawesi Selatan Tenggara dan Sulawesi Utara-Tengah. Tahun 1964, lahir povinsi Sulawesi Utara. Provinsi Sulawesi Utara memiliki 15 kabupaten/kota yaitu:
- Kabupaten Bolaang Mongondow , ibukotanya Lolak
- Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, ibukotanya Boroko
- Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, ibukotanya Molibagu
- Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, ibukotanya Tutuyan
- Kabupaten Minahasa, ibukotanya Tondano
- Kabupaten Minahasa Selatan, ibukotanya Amurang
- Kabupaten Minahasa Utara, ibukotanya Airmadidi
- Kabuopaten Minahasa Tenggara, ibukotanya Ratahan
- Kabupaten Sangihe, ibukotanya Tahuna
- Kabupaten Talaud, ibokotanya Melonguane
- Kabupaten Sitaro, ibukotanya Ondong Siau
- Kota Manado
- Kota Bitung
- Kota Tomohon
- Kota Kotamobagu
- KEBUDAYAAN SULAWESI UTARA
Penduduk Sulawesi Utara terdiri atas 3 etnis dan bahasa yang berbeda-beda, yaitu :
1. Suku Minahasa
(Toulor, Tombolu, Tonsea, Tontenboan, Tonsawang, Ponosokan, dan Batik)
2. Suku Sangine dan Talaud
(Sangie Besar, Siau, Talaud)
3. Suku Bolaang Mongindow
(Mongondow, Bolaang, Bintauna, Kaidipang)
Walaupun demikian,Bahasa Indonesia digunakan dan dimengerti dengan baik oleh sebagian besar penduduk Sulawesi Utara didominisi oleh :
-Suku Minahasa (33,2%)
-Suku Sangir (19,8%)
-Suku Bolaang Mangondow (11,3%)
-Suku Gorontalo (7,4%)
-Suku Totemboan (6,8%)
Bahasa daerah Manado menyerupai Bahasa Indonesia tapi dengan logat yang khas.
Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari Bahasa Belanda dan Portugis karena daerah ini merupakan wilayah jajahan Belanda dan Portugis.
Lagu Daerah :
-Si Patokaan
-O Ina Ni Keke
Mayoritas penduduk disana beragama Kristen dan Katolik. Sejumlah besar gereja dapat ditemui di seantero kota. Meski demikian, masyarakat Manado terkenal sangat toleran, rukun, terbuka dan dinamis. Karenanya Kota Manado memiliki lingkungan sosial yang relatif kondusif dan dikenal sebagai salah satu kota yang relatif aman di Indonesia. Hal itu tercemin dari semboyan masyarakat sekitar yaitu Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara).
Berikut adalah gambar dari musik tradisional dari Sulawesi Utara.
Kolintang adalah adalah musik tradisional dari Sulawesi Utara.
Alat ini terbuat dari sejumlah kayu yang berbeda-beda panjangnya sehingga menghasilkan nada yang berbeda-beda. Kata Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan ungkapan "Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG” untuk alat yang digunakan bermain.
0 komentar:
Posting Komentar